PT Nestle Indonesia menyatakan bahwa produk kopi saset Starbucks impor dari Turki yang ditarik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bukan hasil impor dari perusahaannya maupun PT Sari Coffee Indonesia.
“Kami juga ingin menegaskan bahwa semua produk yang dipasarkan di Indonesia oleh PT Nestle Indonesia dan PT Sari Coffee Indonesia merupakan produk yang memiliki izin distribusi dan telah disetujui oleh BPOM RI,” tegas Direktur Corporate Affairs PT Nestle Indonesia, Sufintri Rahayu, kepada CNBC Indonesia melalui pernyataan tertulis resminya, Selasa (27/12/2022).
Melalui pernyataannya, https://linkalternatifkas138.store/ PT Nestle Indonesia dan PT Sari Coffee Indonesia mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkomitmen untuk memprioritaskan kualitas, keamanan dan integritas produk-produknya.
Sebelumnya, BPOM menyita 23.753 produk pangan olahan tanpa izin edar yang berasal dari produk impor. Beberapa di antara produk tersebut adalah kopi kemasan saset merek Starbucks.
“Produk Starbucks saset yang disita ini berasal dari Turki. Ditemukan di toko di wilayah Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tanpa izin edar,” ungkap Kepala BPOM, Penny K. Lukito dalam konferensi pers, Senin (26/12/2022).
Deputi Badan Pengawasan Pangan Olahan, Rita Endang menyebutkan, enam varian kopi saset Starbucks yang ditarik BPOM karena tidak memiliki izin edar dari BPOM adalah Toffee Nut Latte, Caramel Latte, Vanilla Latte, White Mocha, Cafe Latte, dan Cappuccino. Masing-masing produk tersebut berukuran 23 gram.
BPOM sempat menyatakan bahwa produk Starbucks yang disita adalah produk Nestle-Starbucks dengan masa kedaluwarsa hingga 24 Oktober 2023 yang diimpor dari Maslak-Istanbul, Turki.
“Produk ini tidak ada izin edarnya, ini barang impor. Setelah ini, kami harus menghubungi importirnya. Nanti mereka menghubungi distributornya Starbucks di Turki,” kata Penny saat menunjukkan deretan produk yang disita.
Penny mengatakan, seluruh produk impor yang masuk ke Indonesia harus memiliki izin edar BPOM sehingga dapat dipertanggungjawabkan bila terjadi suatu hal, seperti adanya indikasi kandungan berbahaya.
“Kalau ada indikasi kandungan berbahaya, kami bisa segera telusuri dan menarik kembali produknya dari peredaran, seperti kejadian obat sirup, kami bisa segera identifikasi titik distribusi produk dan segera menarik kembali agar cepat dikendalikan,” ucap Penny.
Penny juga menegaskan masyarakat Indonesia untuk berhati-hati saat berbelanja, terutama jika membeli produk secara daring.