Gegara TikTok Cs, Masa Depan Ramayana (RALS) Bisa Suram!

24 Juli 1996 Ramayana Departement Store IPO

Jalan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) untuk bangkit seperti sebelum pandemi masih berat karena perubahan perilaku konsumen yang lebih doyan belanja online.

Hingga kini pukulan akibat Covid-19 masih tercermin dari laporan laba rugi emiten berkode RALS tersebut.

PT Ramayana Lestari Sentosa tersebut membukukan pendapatan sebesar Rp1,87 triliun per September 2022. Angka tersebut masih jauh lebih rendah jika dibandingkan pendapatan sebelum pandemi Covid-19.

Sebagai catatan, per September 2019 pendapatan Perusahaan tercatat Rp3,6 triliun. Kemudian pada akhir periode perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar Rp4.56 triliun dan rata-rata pendapatan dalam lima tahun sebelum pandemi adalah Rp5 triliun per tahun.

Sementara pada 2022 diperkirakan pendapatan perusahaan berkisar di Rp2 triliun, 50% di bawah raihan pendapatan rata-rata sebelum pandemi.

Pun dengan laba perusahaan per September 2022 tercatat Rp 298,12 miliar. Jumlah tersebut menyusut sekitar 50% dibandingkan laba per September 2019 sebesar Rp612,42 triliun.

Pada akhir periode 2019 laba perusahaan dicatat sebesar Rp647,9 triliun dan rata-rata lima tahun sebelum Covid berkisar di Rp4-Rp5 triliun.

Kalah Saing, Prospek Penjualan Kelabu

Hegemoni jual beli lewat platform online akan menggerus pasar RALS yang mengincar segmentasi menengah ke bawah.

Harga yang lebih terjangkau untuk jual beli barang terutama fashion akan membuat RALS mendapatkan tantangan besar meskipun kebijakan PPKM resmi dicabut dan pusat perbelanjaan bisa dikunjungi dengan kapasitas maksimal.

Mengutip data Statista nilai dagangan kotor (gross merchandise value/GMV) e-commerce Indonesia pada 2022 tercatat sebesar US$59 miliar atau setara dengan Rp896,8 triliun dengan kurs (Rp15.200 per US$).

Jumlah tersebut bertumbuh secara eksponensial sebesar 73,59 per tahun (CAGR) dari GMV 2015 yang hanya senilai US$2 miliar.

Menurut prakiraan, GMV Indonesia akan terus melejit hingga mencapai US$95 miliar atau Rp1.444 triliun.

GMV sendiri adalah indikator yang digunakan untuk menunjukkan kinerja bisnis perusahaan digital.

Mengutip Investopedia, GMV adalah nilai total barang dagangan yang terjual selama periode waktu tertentu melalui platform perdagangan yang berbasis customer-to-customer (C2C).

Per kuartal tiga 2021, Shopee dan Tokopedia adalah e-commerce dengan GMV terbesar di Indonesia yakni sebesar US$14,2 miliar dan US$14 miliar. Jika menggunakan nilai tukar rupiah maka nilainya adalah Rp215 triliun dan Rp212,8 triliun.

Akan tetapi e-commerce sendiri memiliki penantang serius dari Tiktok atau shoppertainment yang diperkirakan GMV pada 2022 mencapai US$4,4 miliar Rp66,88 triliun di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan penuturan dari dua orang narasumber anonim yang dikutip The Information.

TikTok memperkirakan bisnis shoppertainment memiliki potensi senilai US$1 triliun atau sekitar Rp15,2 kuadriliun. Di mana Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan akan menyumbang 67% dari GMV sektor ini pada 2025.

Lantas jika GMV di Indonesia mencapai 20% dari total potensi bisnis shoppertainment, maka nilainya sebesar US$200 miliar atau Rp3 kuadriliun.

Pendapatan RALS pun hanya 1% dari GMV Tokopedia atau Shopee. Hal ini menunjukkan bahwa berjualan di e-commerce bisa menjadi penantang serius.

Atau malah bisa menjadi peluang baru yang bisa dioptimalkan oleh perusahaan, di mana RALS tampak sudah menjadi merchant resmi kedua e-commerce tersebut dan juga TikTok. Namun, di sana RALS akan menemui perang harga sehingga cake menjadi lebih kecil. Apalagi di tengah inflasi tinggi rasanya untuk segmen pendapatan menengah ke bawah, brand bukan jadi pilihan pertama, tapi harga murah dengan banyak diskon jadi pilihan.

RALS pun akan menghadapi pilihan sulit dengan menjaga margin usahanya atau menjaga pasar dengan konsekuensi margin penjualan turun karena adanya potongan harga.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*