KUNINGAN, KOMPAS.com – Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo meminta Presiden Joko Widodo mengembalikan netralitas pihak-pihak yang berpotensi menyalahgunakan kekuasaan. Adapun pihak-pihak tersebut, meliputi TNI/Polri, aparatur sipil negara (ASN), kepala daerah, dan presiden. Permintaan ini menyusul adanya pernyataan Jokowi soal presiden boleh berkampanye. “Akan semakin rumit rasanya, segera kembalikan netralitas kepada mereka yang punya potensi untuk bisa menyalahgunakan. TNI/Polri, ASN, kepala daerah, dan tentu saja presiden,” kata Ganjar saat ditemui di Lapangan Puryabaya, Ciawigebang, Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (27/1/2024). Baca juga: Ganjar Minta Jokowi Koreksi Pernyataan Presiden Boleh Kampanye: Agak Berbahaya Mantan Gubernur Jawa Tengah ini juga meminta Jokowi mengoreksi pernyataannya. Ganjar menilai, pernyataan Jokowi sebelumnya, yaitu ketika menyatakan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga TNI/Polri harus netral, lebih pas diterapkan saat ia menjabat sebagai Kepala Negara. Sedangkan pernyataan “presiden boleh kampanye”, bisa menimbulkan bahaya dalam berdemokrasi. Terlebih, pernyataan itu menimbulkan polemik di publik karena presiden dianggap sudah tidak netral. “Saya kira agak berbahaya kalau dilakukan, meskipun bisa saja, karena secara hukum itu diperbolehkan. Maka itu menjadi perdebatan dan hari ini perdebatan sudah terjadi,” ucapnya. Baca juga: Ganjar-Mahfud Optimistis Raih 40 Persen Suara di Jawa Barat Ia lalu mengingatkan, pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang menjadi pijakan pernyataan Jokowi bukan pasal tunggal. Ada pasal dan ayat lain yang menjelaskan bahwa presiden yang boleh berkampanye adalah presiden yang kembali maju dalam Pilpres untuk periode keduanya (incumbent). Sedangkan Jokowi, terhitung sudah maju dua kali pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. “Kalau tidak salah pasalnya tidak tunggal. Itu pasalnya berlapis. Kalau dia incumbent maka boleh, kalau tidak saya kira netralitas menjadi penting. Maka kata KPU orang yang incumbent harus izin kepada dirinya sendiri, itulah namanya conflict of interest,” jelasnya. Mengacu pada Pasal 299 Ayat 1 UU 7/2017, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Di ayat 2 berbunyi, pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.